English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Islam Semakin Marak di Australia


CANBERRA--Ternyata Islam telah tiba di Australia sejak abad ke-16 dan 17 M, sebelum permukiman Eropa hadir. Pengunjung pertama yang singgah di benua itu adalah Muslim yang berasal dari Indonesia timur.

Bilal Cleland dalam bukunya berjudul The Muslim in Australia A Brief History mengungkapkan, nelayan dan pedagang Muslim asal Makassar sudah melego jangkar di pesisir utara Australia Barat dan Australia Utara sekitar 1650 M. Ketika itu, orang Makassar telah menjalin hubungan dagang dengan penduduk asli.

Adanya kesamaan beberapa kata dalam bahasa Makassar dengan bahasa penduduk asli di pesisir Australia merupakan bukti hubungan kedua budaya. Pemerintah Australia pun telah mengakui dan mencatat kehadiran Muslim asal Indonesia Timur sebagai pengunjung awal negeri itu dalam sejarah mereka.

Migran Muslim dari pesisir Afrika dan wilayah pulau di bawah Kerajaan Inggris, juga mulai berdatangan ke Australia sebagai pelaut dan narapidana. Mereka datang ke negeri itu pada akhir dasawarsa 1700-an. Berdasarkan catatan sejarah resmi Australia, populasi Muslim semipermanen pertama datang ke Australia dalam jumlah yang signifikan pada dasawarsa 1800-an.

Mereka adalah penunggang unta yang datang dari anak benua India. Kehadiran Muslim penunggang unta asal Afghanistan itu dinilai telah memberi kontribusi yang sangat besar bagi penjelajahan awal pedalaman Australia dan pembentukan jaringan perhubungan. Jumlah umat Islam di Australia modern terus bertambah pesat setelah meletusnya Perang Dunia II.

Berdasarkan catatan resmi Pemerintah Australia, pada 1947-1971, populasi Muslim melonjak dari 2.704 jiwa menjadi 22.331. Akibat ledakan ekonomi pascaperang, banyak umat Muslim Eropa, terutama dari Turki, mencari kehidupan dan rumah baru di Australia.

Menurut Chamandeep Chehl, direktur National Action Plan (NAP) Multicultural Affairs Branch pada Departemen Imigrasi dan Kewarganegaraan Australia, jumlah umat Muslim di negara itu berdasarkan sensus 2006 mencapai 340 ribu jiwa dari sekitar 21 juta total jumlah penduduk negeri itu.

Muslim di Australia terbilang unik. Umat Muslim di negeri itu terbilang sangat majemuk karena berasal dari 120 negara. ''Alhamdulillah, jumlah umat Islam di Australia terus bertambang dari tahun ke tahun,'' ujar Ahmed Youssef, tokoh Muslim di Canberra Islamic Centre, saat bertemu dengan tiga tokoh Muslim muda asal Indonesia, yakni; Cucu Surahman, dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Muhammad Subhan Setowara, dosen Universitas Muhammadiyah Kupang, NTT; dan Mohammad Hasan Basri, peneliti pada Centre for Religious and Cross Culture Studies (CRCS) Yogyakarta.

Menurut Youssef, yang telah menetap di Australia selama 40 tahun, umat Muslim sangat menikmati kebebasan beragama di Australia. ''Dibanding di negara kelahiran saya, Australia sangat menghormati kebebasan beragama. Di sini, Anda dapat menulis dan berpikir dengan bebas,'' tutur imigran asal Mesir itu menuturkan.

Kini, tak kurang dari 140 masjid dan mushala bertebaran di kota-kota Australia. ''Warga Australia yang tertarik untuk masuk Islam pun terus meningkat,'' papar Imam Besar Masjid Emir Sultan di Dandenong, Victoria, Mehmed Salih Dogan. Ia pun mengakui betapa Australia menghormati kebebasan beragama.

''Kita bisa shalat di mana saja. Orang Australia menghormatinya,'' tutur Faqihuddin Abdul Kodir, seorang dosen asal Indonesia yang tengah menimba ilmu di Australian National University (ANU) Canberra. Kini, sekolah-sekolah Islam sudah mulai tersebar di seantero Australia. Rumah makan halal pun menjamur dan begitu diminati setiap orang di negeri itu.

Bahkan, bank syariah pun sudah mulai diperkenalkan di negeri itu. Muslim Australia diakui telah memberi sumbangsih penting dalam bidang usaha sosial, ekonomi, kebudayaan, keagamaan, dan pendidikan.

Begitu majemuknya umat Muslim di Australia, ternyata masih menyisakan masalah. ''Sebagian umat Islam terpecah berdasarkan etnis. Padahal, yang harus mereka utamakan adalah keislamannya, baru setelah itu dari mana mereka berasal. Inilah tantangan kita,'' tutur Youssef. heri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar